Tentang Tetangga
Tentang Tetangga
Kalau masyarakat adalah sebuah kebutuhan, maka kita tak
dapat hidup tanpa kebutuhan. Berbicara masalah masyarakat tentu komponen
didalamnya terdapat tetangga. Hidup bertetangga itu tidak semudah yang kita
pikirkan, bukan? Apalagi jika kita berbeda pandangan dengan mereka. Sungguh
susah menyatukanya. Sebagai misal, saya lahir tahun 1999 dan menjadi orang
kedua di desa saya yang mengenyam pendidikan tinggi sampai Universitas. Jadi
iklim pandangan saya dengan mereka sangatlah berbeda, mayoritas tetangga saya
hanya bersekolah sampai tingkat SD dan semuanya hampir bekerja sebagai petani
maupun pedagang. Cara mereka berkomunikasi, topik yang suka mereka bahas,
bahkan kegiatan-kegiatanya pun sangat berbeda dengan saya. Misalnya, ketika
kami sedang berkumpul disuatu majelis, tetangga-tetanggaku akan bersendau gurau
tentang sawah mereka atau kebun kopi mereka, tentu saja saya tidak mengerti apa
yang mereka bahas, maka jadilah saya bengong & tidak aktif dalam
berinteraksi dengan mereka. Tidak mungkin kan saya ajak mereka membahas drama
korea atau serial avengers, tentu saja mereka tidak minat & tidak mengerti.
Jadi kesimpulanya kami Millenial sangat kesulitan menjalin interaksi yang baik
dengan tetangga-tetangga di pedesaan. Tapi fenomena itu jarang di temukan di
daerah perkotaan yang mana mayoritas masyrakatnya sudah madani atau memiliki
tingkat sosial yang lebih tinggi. Mereka akan cenderung membahas hal-hal yang
bersifat akademik atau perkembangan ilmu pengetahuan/IPTEK, politik, ekonomi,
perfilman dan lain sebagainya. Oleh karenanya, saya mungkin lebih cocok untuk
daerah perkotaan dari pada perdesaan.
Beberapa waktu lalu saya mencoba dekat dengan
tetangga,walaupun jujur saja saya susah disatukan dengan mereka karena alasan
perbedaan topik yang diminati. Namun sebagai mahasiswa, bukanya kewajibanya
adalah mengabdi kepada masyarakat? Dengan kesadaran ini, saya menerapkan teknik
agar dekat dengan tetangga-tetangga saya. Bagiku, menjadi dekat dengan tetangga
sangat lah penting dan menjadi modal di masa depan, selain itu posisiku sebagai
mahasiswa tentu saja harus memiliki kemampuan interaksi yang memadai. Itu
alasanku mau tidak mau aku harus menyukai masyarakat, karena dengan begitu
rasanya lebih hidup.
Aku tipe orang yang tidak bisa minum kopi, tapi setiap kali
disuguh kopi oleh tetangga saya selalu menghabiskan. Menghargai mereka adalah
teknik paling jitu untuk mengambil hati mereka, kemudian suatu saat saya pernah
disuguh makan, tapi sejujurnya saya sudah makan dirumah dan posisi masih
kenyang, demi menghargai kebaikan mereka akupun makan dengan porsi yang
sedikit, lantas aku memujinya makananya enak. Artinya apa, tidak selamanya
untuk klop dengan tetangga itu harus memiliki topik minat yang sama. Kadang
menghargai, berbuat baik, senyum, tidak menggunjing adalah teknik jitu untuk
mengambil hati mereka.
Lalu introvert? Apakah saya introvert ? Ya bisa dibilang.
Apakah introvert akan kesusahan mendapatkan tempat di masyarakat? Kadang memang
seorang introvert harus berjuang lebih banyak untuk mendapatkan tempat di
masyarakat. Bagaimanapun juga kepribadian temen-temen, mau introvert atau
extrovert tetap membutuhkan masyarakat. Introvert cenderung pendiam &
jarang berbaur dengan masyarakat, ini yang menjadi penyebab introvert susah
mendapatkan tempat. Seorang introvert seperti saya harus memaksa untuk
membiasakan. Membiasakan berbaur, bersapa ria & gotong royong saya yakin
seorang introvert akan mendapatkan tempat & image di masyarakat.
Extrover maupun introvert memiliki cara tersendiri untuk
mendapatkan image di masyarakat. Ambil hati mereka.
0 komentar