Tentang Tetangga

by - September 14, 2019


Tentang Tetangga
Kalau masyarakat adalah sebuah kebutuhan, maka kita tak dapat hidup tanpa kebutuhan. Berbicara masalah masyarakat tentu komponen didalamnya terdapat tetangga. Hidup bertetangga itu tidak semudah yang kita pikirkan, bukan? Apalagi jika kita berbeda pandangan dengan mereka. Sungguh susah menyatukanya. Sebagai misal, saya lahir tahun 1999 dan menjadi orang kedua di desa saya yang mengenyam pendidikan tinggi sampai Universitas. Jadi iklim pandangan saya dengan mereka sangatlah berbeda, mayoritas tetangga saya hanya bersekolah sampai tingkat SD dan semuanya hampir bekerja sebagai petani maupun pedagang. Cara mereka berkomunikasi, topik yang suka mereka bahas, bahkan kegiatan-kegiatanya pun sangat berbeda dengan saya. Misalnya, ketika kami sedang berkumpul disuatu majelis, tetangga-tetanggaku akan bersendau gurau tentang sawah mereka atau kebun kopi mereka, tentu saja saya tidak mengerti apa yang mereka bahas, maka jadilah saya bengong & tidak aktif dalam berinteraksi dengan mereka. Tidak mungkin kan saya ajak mereka membahas drama korea atau serial avengers, tentu saja mereka tidak minat & tidak mengerti. Jadi kesimpulanya kami Millenial sangat kesulitan menjalin interaksi yang baik dengan tetangga-tetangga di pedesaan. Tapi fenomena itu jarang di temukan di daerah perkotaan yang mana mayoritas masyrakatnya sudah madani atau memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi. Mereka akan cenderung membahas hal-hal yang bersifat akademik atau perkembangan ilmu pengetahuan/IPTEK, politik, ekonomi, perfilman dan lain sebagainya. Oleh karenanya, saya mungkin lebih cocok untuk daerah perkotaan dari pada perdesaan.

Beberapa waktu lalu saya mencoba dekat dengan tetangga,walaupun jujur saja saya susah disatukan dengan mereka karena alasan perbedaan topik yang diminati. Namun sebagai mahasiswa, bukanya kewajibanya adalah mengabdi kepada masyarakat? Dengan kesadaran ini, saya menerapkan teknik agar dekat dengan tetangga-tetangga saya. Bagiku, menjadi dekat dengan tetangga sangat lah penting dan menjadi modal di masa depan, selain itu posisiku sebagai mahasiswa tentu saja harus memiliki kemampuan interaksi yang memadai. Itu alasanku mau tidak mau aku harus menyukai masyarakat, karena dengan begitu rasanya lebih hidup.

Aku tipe orang yang tidak bisa minum kopi, tapi setiap kali disuguh kopi oleh tetangga saya selalu menghabiskan. Menghargai mereka adalah teknik paling jitu untuk mengambil hati mereka, kemudian suatu saat saya pernah disuguh makan, tapi sejujurnya saya sudah makan dirumah dan posisi masih kenyang, demi menghargai kebaikan mereka akupun makan dengan porsi yang sedikit, lantas aku memujinya makananya enak. Artinya apa, tidak selamanya untuk klop dengan tetangga itu harus memiliki topik minat yang sama. Kadang menghargai, berbuat baik, senyum, tidak menggunjing adalah teknik jitu untuk mengambil hati mereka.

Lalu introvert? Apakah saya introvert ? Ya bisa dibilang. Apakah introvert akan kesusahan mendapatkan tempat di masyarakat? Kadang memang seorang introvert harus berjuang lebih banyak untuk mendapatkan tempat di masyarakat. Bagaimanapun juga kepribadian temen-temen, mau introvert atau extrovert tetap membutuhkan masyarakat. Introvert cenderung pendiam & jarang berbaur dengan masyarakat, ini yang menjadi penyebab introvert susah mendapatkan tempat. Seorang introvert seperti saya harus memaksa untuk membiasakan. Membiasakan berbaur, bersapa ria & gotong royong saya yakin seorang introvert akan mendapatkan tempat & image di masyarakat.

Extrover maupun introvert memiliki cara tersendiri untuk mendapatkan image di masyarakat. Ambil hati mereka.

You May Also Like

0 komentar